Islam Indonesia akan memiliki
karakteristik tertentu yang membedakannya dengan Islam dari negara lain,
sehingga pemikiran Islam Indonesia tentu memiliki corak khas yang dapat
diketahui dengan mengenali dan mengidentifikasi ciri-ciri khusus-nya. Misalnya
mengamati dan mencermati pemikiran Islam Indonesia dari multiperspektif yang
menari kuntuk dipraktikkan:
Pertama, Islam Indonesia
bercorak kultural. Pendekatan kultural ini dipandang efektif dalam melakukan
dakwah Islam, sehingga umat Islam sekarang ini memandang bahwa pendekatan itu
merupakan warisan para wali yang harus dilestarikan. Pendekatan ini telah
berhasil mengislamkan penduduk Hindu-Budha yang mendominasi negara Nusantara
tanpa melalui kekerasan, peperangan, maupun kekuatan senjata.
Kedua, Islam Indonesia bercorak
pluralis. Maksudnya, umat Islam yang memiliki wawasan yang menoleransi pemeluk
agama untuk hidup berdampingan, saling bertegur sapa dan saling membantu antara
mereka dan pemeluk-pemeluk agama lainnya. Dalam kehidupan modern dan terbuka
ini, setiap orang akan menghadapi kedatangan orang lain di lingkungannya, baik
sesama Muslim maupun non-Muslim, sehingga umat Islam dituntut bersikap ramah
terhadap pluralisme agama.
Ketiga, Islam Indonesia bercorak
partisipan atau ikut-ikutan. Bukti yang sangat riil memperlihatkan kepada kita
bahwa kebanyakan umat Islam Indonesia adalah Islam partisipan, seperti
mayoritas umat Islam tidak mengerti arti bacaan shalat yang mereka laksanakan
lima kali setiap hari. Apalagi makna bacaan-bacaan lainnya, seperti iqamah,
wiridan, dan doa. Mereka berpartisipasi dalam mengikuti shalat, membaca
al-Qur'an, zikir, doa, tahlilan, istghatsah, manaqib dan membaca
shalawat-shalawat untuk Nabi. Tetapi, mereka belum mampu menangkap inti
pemahamannya maupun substansi maknannya.
Demikian, corak-corak pemikiran
Islam Indonesia ketika dilihat dari berbagai sudut pandang. Mungkin masih
terdapat corak lain bila diteropong dari jendela yang lain lagi. Semua corak
yang dipaparkan tersebut didasarkan pada parameter mayoritas sehingga bersifat
kuantitatif.
Hadirnya generasi baru yang
penuh vitalitas dan kaya ide akan menampilkan citra Islam yang berperadaban
tinggi dan tercerahkan. Mereka banyak diharapkan untuk memimpin dan
menggerakkan sikap memproteksi terhadap sesama pemeluk agama untuk hidup
berdampingan dengan harmonis. Harapan demikian ini telah tercakup dalam misi
Islam sebagai rahmat bagi alam semesa, yaitu Islam sebagai pengayom, penjaga,
dan pengawal keharmonisan kehidupan bersama dari berbagai latar belakang agama,
budaya, suku, etnik, dan sebagainya. Bahkan, Islam juga seharusnya mengayomi
makhluk-makhluk lainnya, termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan. [Abdul Aziz]