Di
sebuah kelas, di sebuah perkuliahan Pendidikan Aga-ma Islam, seorang mahasiswa
berkata: “Tuhan itu ada jika dipikirkan.” Barangkali itu ada-lah gambaran sikap
bertuhan sang mahasiswa, tetapi bisa juga itu sekadar pertanyaan yang mengendap
di alam kritisnya dan bukan bukti bah-wa dia tidak bertuhan sama sekali. Namun
yang pasti pernyataan tersebut disambut kejut oleh beberapa mahasiswa lainnya.
Paling
tidak ada tiga hal yang bisa ditangkap dari pernyataan mahasiswa tadi. Pertama,
keberadaan Tuhan tidak begitu pasti; kedua, Tuhan hanya ada dalam pikiran; dan
Ketiga, selalu ada kemungkinan untuk tidak memikirkan Tuhan.
Bagi
yang meyakini kepastian keberadaan Tuhan, keraguan akan keberadaan-Nya adalah
persoalan besar. Persoalan bagi yang meragukannya karena itu bisa berarti
perlawanan dan pembangkangan terhadap Tuhan dan bisa juga merupakan persoalan
bagi Tuhan yang diragukan itu karena Dia bisa murka. Karenanya, mereka yang
ragu akan ditimpa masalah yang ditimpakan oleh Tuhan. Tuhan pada hal ini
ditempatkan pada posisi tidak suka kepada orang-orang yang meragukan-Nya.
Benarkah
Tuhan hanya ada dalam pikiran? Sang mahasiswa berfikir seperti itu. Ada baiknya
dia mencoba pertanyaan yang lain: Jangan-jangan Tuhan berada di luar jangkauan
pikiran?
Jika
Tuhan berada dalam jangkauan pikiran manusia, maka keberadaan Tuhan bisa
dirasionalisasi secara utuh. Kenyataannya, ada bagian dari rasio manusia yang
menolak keberadaan Tuhan yang dianggap sekadar konsep belaka dan tidak beda
dengan konsep-konsep lainnya yang punya kelemahan dan bisa ditolak. Karena itu,
jangan-jangan Tuhan berada di luar jangkauan nalar manusia. Mungkin saja. Toh
rasio manusia itu terbatas ruang dan waktu sedangkan Tuhan tidak terbatas ruang
dan waktu. Sebuah argumen yang cukup kuat tentang keberadaan Tuhan yang
terlahir di suatu waktu, mungkin tidak cukup kuat di waktu yang berbeda.
Namun
hampir pasti tentang Tuhan tidak pernah luput dari pemikiran manusia, baik
pemikiran yang menolak-Nya maupun yang menerima-Nya. Selama manusia masih
berfaham bahwa ada sesuatu yang sarba maha dahsyat dan kuasa serta berada di
luar sana, dan itu bukan diri manusia itu sendiri, maka itu akan membawa-nya
untuk bertuhan.
Jika
pemikiran manusia tentang yang serba maha dahsyat dan kuasa itu tidak berada di
luar sana, tetapi mentok pada dirinya sendiri, manusia masih tetap bertuhan.
Paling tidak tuhannya adalah dirinya sendiri. Jadi, benarkah sang mahasiswa
dengan pernyataannya: “Tuhan itu ada jika dipikirkan”? Dia benar, tapi dia
salah jika menganggap ada ruang bagi manusia untuk tidak berfikir tentang Tuhan
yang berakibat pada kemungkinan tidak adanya Tuhan. Tuhan selalu ada. Jika
seorang manusia mengaku tidak bertuhan, mungkin dia sedang menuhankan dirinya.
[Abdul Muid Nawawi ]